UNTUNG.Today, Jakarta — Indonesia Pertimbangkan Tambah Impor Migas dari AS Senilai USD 10 Miliar untuk Redam Ancaman Tarif Balasan. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan peningkatan impor minyak dan gas (migas) dari Amerika Serikat sebagai bagian dari strategi dagang untuk meredam potensi tarif balasan sebesar 32% yang direncanakan diberlakukan oleh AS dalam waktu sekitar 80 hari mendatang.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa rencana ini bertujuan untuk mengurangi surplus neraca perdagangan Indonesia terhadap AS, yang pada tahun 2024 mencapai USD 18 miliar. Surplus tersebut menjadikan Indonesia salah satu sumber defisit perdagangan terbesar bagi Amerika Serikat.
“Peningkatan impor migas ini akan dialokasikan dari kuota yang sebelumnya ditujukan ke negara lain seperti kawasan Timur Tengah atau Singapura, sehingga tidak akan menambah volume impor nasional secara keseluruhan,” ujar Bahlil.
Langkah ini juga dipastikan tidak akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), mengingat harga minyak dunia saat ini diperdagangkan di kisaran USD 60 per barel—di bawah asumsi APBN 2025 sebesar USD 80–85 per barel. Dengan demikian, dalam skenario tanpa penambahan volume impor, Indonesia justru berpotensi mencatatkan efisiensi belanja negara di sektor energi.
Rincian Usulan Impor Migas dari AS:
LPG (Liquefied Petroleum Gas): Porsi impor dari AS diproyeksikan meningkat dari 54% menjadi 80–85% dari total kebutuhan nasional.
Minyak Mentah (Crude Oil): Target peningkatan tajam dari 4% menjadi 40% dari total impor.
BBM (Bahan Bakar Minyak): Volume impor akan meningkat, namun detail teknisnya masih dalam tahap pembahasan.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor migas senilai USD 869 juta pada Januari 2025, atau setara dengan proyeksi tahunan sebesar USD 10 miliar. Tahun sebelumnya, impor migas dari AS mencapai USD 2,9 miliar, naik 33% dari USD 2,2 miliar pada 2023. Tren ini sejalan dengan meningkatnya peran AS sebagai eksportir LNG global sejak 2020.
Respons DPR: Anggota Komisi XI DPR RI, Muhammad Kholid, menyambut baik rencana ini namun mengingatkan pemerintah agar tetap selektif dalam membuka kran impor. “Pemerintah harus fokus pada sektor-sektor yang mendukung industri berorientasi ekspor dan tetap menjaga kepentingan nasional,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya kebijakan ekonomi yang didasarkan pada strategi jangka panjang dan terukur, agar tidak hanya menjadi solusi jangka pendek atas tekanan tarif dari mitra dagang seperti Amerika Serikat.
Langkah ini merupakan bagian dari diplomasi dagang yang lebih luas, di mana Indonesia berupaya menjaga hubungan dagang strategis sekaligus melindungi kepentingan ekonomi nasional di tengah dinamika geopolitik global yang semakin kompleks.